Minggu, 19 Juni 2011

Sang Filsuf




Sudah lama aku ingin menuliskan sesuatu tentangnya, tapi tak pernah aku temukan kata-kata yang pas untuk mewakilinya. Mungkin baru kali inilah muncul keberanian bercerita tentangnya setelah bertahun-tahun mengenalnya dan mengaguminya.

Dialah temanku, Achmad Dhofir Zuhry, seorang sahabat dari masa SMA dulu. Diantara teman-teman seangkatan kami, dialah yang paling bersinar. Kepribadian dan pemikirannya selalu menjadi perhatian.

Aku mengenalnya sebagai pribadi yang unik dan unpredictable, aku tidak pernah bisa membaca alur pikirnya apalagi menebak isi hatinya. Dia adalah tipe pria misterius, tapi justeru itulah daya tariknya. Aku menyukai tipe pria seperti dia, cool and smart. Sebenarnya kami tidak benar-benar dekat, pertemuan-pertemuan kami terjadi saat rapat osis atau majalah sekolah, atau tidak sengaja berpasasan di koridor sekolah. Setelah lulus SMA kita memilih jalan masing-masing, dia mendalami dunia sastra dan filsafat sedangkan aku berkuliah Ilmu Hukum di Malang, sejak itu kita beberapa kali bertemu, dia mengunjunguiku saat dia pulang kampung, karena memang aku sedang berkuliah di kampung halamannya. tapi memang tak perlu sering bertemu untuk saling mengenal dan memahami bukan?

Entah sejak kapan dia mulai mencintai dunia sastra dan filsafat, sejak aku mengenalnya dua hal itu yang selalu menjadi obrolan kami disamping obrolan-obrolan ringan seputar rutinitas hidup.

Dia selalu berhasil membuatku iri, pikiranku yang cekak tak mampu mengimbangi daya nalarnya yang meluap-luap. Saat aku masih mulai merangkak berfikir, dia sudah jauh berlari, saat aku masih belajar mengarang puisi, puisi-puisinya sudah menjadi langganan nangkring di Majalah Horison, saat aku baru berkenalan dengan Dunia Sophie dan petualangan Alkemist dia sudah hatam kitab-kitab sejarah filsafat kuno hingga modern. Jangan bertanya tentang plato dan socrates, atau dia akan mulai mendongeng semalam suntuk tentang kisah mereka. Jika ingin berdiskusi tentang shirah nabawiyah (sejarah para nabi) dia adalah orang yang tepat kau ajak bicara, dan sebagai penutup cerita dia akan mengurutkan silsilah Nabi Adam hingga Muhammad dengan tepat dan menghadiahimu sebuah puisi.

“aku akan menjadi seorang filsuf’’ itulah tekadnya. Suatu hari aku pernah bertanya tentang pilihannya menjadi filsuf, menurutnya peradaban hidup manusia tidak pernah lepas dari dunia filsafat, dan pelopor dari masing-masing peradaban itu adalah filsuf.

Dia sangat konsisten dengan apa yang dia kerjakan, dia tahu apa yang dia inginkan, dia telah menciptakan rel dan tak akan keluar dari itu. Berbeda denganku yang masih berpindah-pindah jalur dan tidak yakin dengan apa yang aku inginkan.

Bagiku, diusianya yang masih muda dia telah mencapai kesuksesan. Meski hidup tak selalu mulus baginya tapi konsistensinya perlu ditiru. Kuliah seni di ISI, sastra di UI dan akhirnya mengukuhkan diri sebagai sarjana filsafat di STF Driyarkara. Menjelajah ilmu di Universitas Malaya Malaysia dan University of Queensland Australia. Mengikuti berbagai festival seni dan sastra di dalam dan luar negeri serta telah meluncurkan berbagai judul buku: Terjemah Sholawat Haji: Tahni’ah Li Qudumi Hujjaj Bayt al-Haram (Nurudh-Dholam Institute 2005), Tafsir az-Zuhry, vol. 1 (Nurudh-Dholam Institute 2006), Tersesat di Jalan yang Benar (Kalam Mulia 2007), Asmaul Yaumiyah (YND Jakarta 2011), As-Shirah al-Falsafiyah, jilid 1 (Avennasar institute 2011), Kumpulan Cerpen Titik Nol (2011) dan Para nabi dalam Botol Anggur (Beranda 2011), buku terbarunya ini diberikan sebagai soivenir pernikahannya. Saat ini dia telah merampungkan project impiannya yakni mendirikan Sekolah Tinggi Filsafat di Kota Kelahirannya.

Masih banyak cerita tentangnya kawan, yang semuanya menakjubkan.

I have nothing to give you, thanks for being my inspiring man.
Congratulation for your wedding and your Institute.
Seperti yang pernah kamu bilang, menjadi Kartini itu tidak mudah, perlu keberanian dan konsistensi. Dan saat ini aku sedang belajar darimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar