Minggu, 25 Juli 2010

Molly van Orange


Aku punya peliharaan baru, seekor ikan cupang lucu, bertubuh warna orange dan bersirip merah. Aku tak tahu jenis kelaminnya, entah dia jantan atau betina, aku memberinya nama Molly van Orange, Molly kedengarannya lucu, karena tubuhnya berwarna orange maka aku beri nama belakang van Orange, hehehe....

Kemarin, seorang teman dari Tulung Agung datang ke tempat kosku, dia membawa bungkusan plastik kecil-kecil sebanyak 40 buah, yang isinya ikan cupang lucu. Aku tertarik, akhirnya aku memilih satu untuk aku pelihara.

Ikan cupang, bahasa latinnya Betta Splendens, bentuknya kecil, bersirip dan berekor lebar warna warni, dia tergolong ikan yang agak egois karena tidak mau hidup dalam satu wadah dengan ikan yang lain, meskipun itu satu jenis.

Ada beberapa alasan mengapa akhirnya aku memutuskan untuk memeliharanya, pertama, karena dia lucu, kedua perawatannya sangat mudah cukup ganti air dan memberi makan 2 kali dalam seminggu.

Ini bukan pertama kalinya aku mempunyai binatang peliharaan, dulu aku pernah punya seekor kelinci lucu berwarna coklat ke abu-abuan bernama “Meychan” (nama ini ada sebelum ada MeiChan di Duo Maya), tapi umurnya tidak lama hanya 2 minggu, dia mati kedinginan masuk angin karena terlalu banyak makan dan tidak mendapat tempat hidup yang layak. Aku mengasuhnya di dalam rumah, padahal harusnya kelinci hidup di tanah bukan di ubin atau keramik, alhasil jadilah dia mati masuk angin….. ;-(

Setelah tragedi Meychan aku trauma untuk memiliki hewan peliharaan, aku takut jika salah asuhan, makhluk Tuhan akan mati ditanganku. Tapi kali ini aku memberanikan diri, dengan terus berusaha dan berdoa agar Molly bisa panjang umur dan bertahan lama disisiku….. (^_^)

Mengejar Cinta Sampai ke Negeri Gurun

Kata orang silaturrahmi bikin hidup jadi lebih berkah, dan itulah yang aku lakukan dihari minggu, bersilaturrahmi, berkunjung kerumah teman lama semasa SMA. Kami adalah teman akrab, dulu dia mengajariku menyanyi lagu2 india dan menari India. Sudah lama aku tidak bertemu dengannya, terakhir bertemu kira2 tiga tahun yang lalu di acara reuni SMA. Lama tak terdengar kabar, setahun yang lalu dia menelponku sambil tersedu-sedu katanya dia baru putus cinta, dan kabar terakhir yang kudengar tentangnya dia sedang “mengaji” di Yaman dan baru pulang ke Indonesia beberapa minggu yang lalu. Lengkaplah sudah rasa rinduku, penasaran ingin segera mendengar ceritanya dan mungkin kini giliranku juga curhat padanya…..

Sungguh terharu aku melihatnya, meski tubuhnya sekarang lebih kurus dari waktu kita terakhir bertemu tiga tahun yang lalu, tapi wajahnya tampak begitu cerah, sepertinya dia sedang bahagia….

Kami berpelukan erat, mata dan otak kami seolah membahasakan hal yang sama yaitu “mari bercerita” banyak hal di benak kami yang ingin kami tumpahkan bersama. Pertemuan dua orang teman lama memang selalu seru, seperti mercon yang meledak-ledak, seperti batu bertemu ombak, ramai dan gaduh sekali…..

Kami saling bercerita, mencoba membahasakan kembali kejadian2 seru yang sudah terjadi selama tiga tahun terakhir ini. Dari ceritanya aku tahu bahwa selama ini dia telah mengalami banyak kejadian yang seru dalam hidupnya. Dia dikhianati kekasihnya, kekasih yang berhasil membuatnya kabur dari rumah dan membuatnya rela meninggalkan status sosialnya. Sejak itu dunianya jadi tak karuan, lalu akhirnya dia putuskan untuk menerima tawaran orang tuanya “nyantri” ke Yaman mengikuti jejak adik laki-lakinya yang lebih dahulu mengaji disana.

Lantas apakah yang membuat dia tampak begitu bahagia? Ternyata eh ternyata dia telah menemukan cintanya di Yaman, dia bertemu dengan seorang lelaki berhati baik yang mampu menyembuhkan luka hatinya, lelaki itu adalah teman adiknya, seorang Warga Negara Indonesia asal Jawa Tengah yang sudah bertahun-tahun “nyantri” disana. Dan saat ini dia sedang sibuk menyiapkan pernikahannya yang akan dilangsungkan di Yaman setelah hari Raya Idul Fitri tahun ini.

Sungguh seru kisah hidup temanku itu setelah hidupnya dijungkir balik-kan cinta, sekarang Tuhan telah mempertemukan dia dengan cinta meski harus dengan menyebrangi laut merah dan gurun sahara…..

Aku harus belajar dari dia, suatu saat aku pasti menemukan cinta, meski karena itu aku harus lari ke Belanda…… (^_^)

(Not) Just a NAME.

Aku punya saudara baru -yang lagi-lagi- laki-laki, saat ini seluruh keluarga sibuk menyiapkan nama untuknya, membuka-buka kitab, meminta saran orang ’alim, hingga browsing di Internet, semua dilakukan demi menemukan nama yang bagus. Bolehlah kalo Shakerspears bilang ”apalah arti sebuah nama”, tapi bagi keluargaku nama adalah hal penting untuk mengawali hidup, nama bukan hanya identitas pembeda antara satu orang dengan yang lain, tapi lebih dari itu, nama adalah doa orang tua untuk anaknya, yang kelak akan selalu mengingatkannya dalam menjalani hidup.

Ada banyak alasan orang tua memberi nama anaknya, bisa disesuaikan dengan moment dia dilahirkan, misalnya: Anisfu Sya’ban (karena dia dilahirkan pada pertengaha bulan sya’ban), Safitri (karena dia dilahirkan pada bulan hari raya Idul Fitri); menurut bulan dan tanggal dia dilahirkan (Agus, Yanuar, Septina, dan lain-lain); dari urutan anak keberapa dia dalam keluarga (Eka, Dwi, Tri, dan lain-lain) atau gabungan dari nama kedua orangtuanya, yang jelas semua nama itu indah karena itu adalah doa yang akan selalu mengingatkan kita.

Konon katanya untuk memberiku nama ayahku harus berpuasa selama tiga hari dan meminta petunjuk sama guru ngajinya. Akhirnya sang guru ngaji menyarankan untuk memberiku nama ”Hikmah”, karena terlalu singkat ayahku menambahkan kata ”Ula” dibelakangnya, dan jadilah namaku sekarang HIKMATUL ULA.
Hikmah berasal dari bahasa Arab Al-Hikmah yang yang artinya kebijaksanaan, sedangkan ”Ula” berasal dari kata Awwal atau Al-ula yang artinya kesatu/pertama, kata Ula menunjukkan tungkatan, kalo dalam bahasa Inggris, Ula = The First (yang pertama), ini mungkin ada kaitannya dengan statusku sebagai anak perempuan pertama, cucu pertama dari anak pertama (klan Ibu).

Ayahku memberiku nama itu bermaksud mengingatkanku agar selalu menjadi orang yang bijaksana dalam menjalani hidup. Entah mungkin karena efek nama juga aku sangat menyukai angka satu, aku selalu ingin menjadi orang yang pertama, meskipun tak selalu berhasil saat pertama. Sesuatu yang aku pelajari namaku adalah aku harus menjadi orang yang bijaksana dan berjiwa besar dalam menjadi hidup, harus menjadi orang pertama yang tersenyum saat susah, jadi orang pertama yang ikhlas dalam keadaan apapun, meskipun jadi yang pertama itu terkadang sulit, tapi setidaknya aku harus menjadi orang pertama yang berani mencoba.

Aku masih ingat saat sidang pertanggungjawaban tertutup Tesisku, pertanyaan pertama yang ditanyakan dewan penguji adalah ”saudara tau apa atri kata Hikmah?”, lalu aku jawab: ”itu nama saya pak, kurang lebih artinya kebijaksanaan” sang penguji: ”ya itu adalah doa orang tuamu biar kamu jadi orang yang bijaksana dalam menjalani hidup....” dengan senyum lalu kujawab: ”InsyaAllah pak....”

Minggu, 18 Juli 2010

Harus Dicoba

Disebelah kosku ada pedagang yogurt, baru beberapa hari dia berjualan disitu dengan gerobak kecil warna-warni, penuh dengan gambar buah yang menggugah selera. Aku tidak begitu suka dengan yogurt, harus banyak campurannya baru aku aku bisa menikmati yogurt hehehe...

Tapi yogurt itu menggugah selera, teman kosku sudah banyak yang mencobanya, dan kini giliranku...

Selain yogurt biasa, pedagang itu menjual aneka salad buah dan es mambo yogurt, dan untuk yang terakhir ini aku belum pernah mencobanya, aku penasaran seperti apa bentuk dan bagaimana rasanya...

Aku: es mambo yogurt kayak apa pak?
Pedagang Yogurt: kayak ini mbak (dia menunjukkan benda putih panjang membeku, sekilas mirip es lilin)
Aku: enak gak pak?
Pedagang yogurt: harus dicoba dulu mbak, baru tar tau rasanya enak apa gak....
Aku tersenyum, betul juga bapak ini bagaimana aku bisa tau rasanya kalo belum pernah mencobanya, akhirnya aku putuskan untuk membeli es mambo yogurt itu, harganya murah cuma Rp. 1000.

setelah sampai dikos, tak sabar aku ingin mencobanya, dan kau tahu rasanya kawan, sangat asem, lebih menyengat dari yogurt biasa.....

meskipun akhirnya aku putuskan untuk tidak menyukainya, tapi aku tidak menyesal telah mencobanya, setidaknya aku tidak mati penasaran.

Hidup ini tidak akan selesai dnegan hanya meraba-raba dan menduga-duga, Apapun itu harus dicoba dulu, baru kita tahu rasa yang sebenarnya....

Kamis, 08 Juli 2010

Kado dari Arab

Aku punya sebuah kado istimewa, ini bukan kado biasa, ini kado dari tanah Arab yang dibawa khusus saat Ayah dan Ibu Naik Haji. Kado itu sangat besar terbungkus rapi dalam koper dan dilapisi plastik tebal warna biru. Katanya, kado itu berisi seperangkat alat tidur, bed cover, selimut, sepasang baju tidur dan hiasan jendela, kado itu dibeli khusus buatku dan hanya boleh dibuka saat aku menikah nanti.

Aku: “kenapa tidak dibuka saja kadonya? Aku penasaran” pintaku merengek pada Ibuku.
Ibuku: ”jangan, kado ini hanya boleh dibuka saat kau menikah nanti nak...” jawab ibuku lembut.

Beberapa saat kemudian wajahnya tertunduk lesu, senyumnya sangat menyakitkan bagiku. Ibuku adalah orang yang paling terpukul saat mendengar aku putus dengan kekasihku, dia shock bahkan sempat sakit, mimpi indahnya untuk segera menikahkanku pupus sudah.
Lalu aku menatap matanya dan berkata: ”tenanglah ibuku sayang, ini hanyalah masalah waktu, doakan saja yang terbaik untukku”
dengan suara bergetar dan tangis yang ditahan Ibuku menjawab: ”itu pasti Nak, doa Ibu selalu yang terbaik buat anaknya”

Sampai saat ini kado itu masih terbungkus rapi, tersimpan dibawah kolong tempat tidurku, hingga waktunya nanti kita semua siap membukanya, dan memasangnya dikamarku. Dan pasti itulah saat terindah dalam hidupku, Ibuku, Ayahku, dan semua orang yang menyayangiku......

Recovery Project

Hal yang paling sulit dilakukan dalam masa transisi adalah merubah pola hidup dan melakukan penyesuaian2, menghilangkan beberapa kebiasaan dan menciptakan kebiasaan baru, sungguh tidak mudah, tapi recovery harus dijalankan agar semua kembali normal “being Normal”.

Aku telah menyiapkan beberapa langkah untuk recovery, tiga tahun bukanlah waktu yang sebentar dan telah banyak hal terjadi dalam kurun waktu 1133 hari itu, perlu langkah jitu dan upaya yang istiqomah agar semua berjalan sukses:

Langkah pertama: dimulai dari hal-hal yang kecil, merapikan kamar dan merapikan diri sendiri.
Langkah kedua: merubah penampilan, ikut senam BL, open mind, silaturrahmi dan menjalankan hobi.
Langkah ketiga: mulai mengejar mimpi yang tertunda (mengedit tulisan buat buku, kejar Belanda, dan…….dan……….????????)

Tapi dari beberapa project itu yang paling aku butuhkan saat ini adalah tongkat ibu peri atau nenek sihir yang bisa mengingatkanku bahwa “AKU PASTI BISA MELEWATI INI SEMUA”

Bersemangatlah……

Being “Normal”

Pasca putus dari kekasihnya, seorang teman mengirimkan sms-nya padaku, tak banyak yang dia tulis, hanya “I need my own life back to me dan kembali normal”. Aku sedikit mengernyitkan dahi, muncul pertanyaan besar dibenakku, apakah selama seseorang yang menjalin hubungan itu sesungguhnya kehidupannya hilang atau dia menjadi tidak normal???


Secara umum Normal diartikan sebagai kondisi yang seharusnya atau sewajarnya. Tapi unsur normal sangat subyektif jika disandingkan dengan abnormal, biasa, tidak biasa, luar biasa dan sejenisnya. Tidak ada yang secara pasti bisa menggambarkan sesuatu atau keadaan normal itu seperti apa, karena sifatnya sangat subyektif. Salah satu contoh, aku punya teman kos yang dia tidak pernah keluar kamar kecuali untuk mandi (dan keluar kos tentunya), bagi orang sepertiku yang tidak betah sendiri, teman kosku itu tidak normal alias abnormal, tapi mungkin bagi teman kosku itu, kondisinya adalah normal dan baik-baik saja.


Jika seseorang ingin kembali pada kondisi Normalnya, kita tidak bisa membayangkan atau membandingkan kondisi Normal dia dengan Normal versi kita, tentu sangat berbeda. Kondisi Normal sejatinya adalah kondisi dimana hati kita menjadi tenang, tentram dan enjoy dalam melakukan segala hal, jika terjadi sebaliknya maka kondisi itulah ab-normal. Dan untuk menjadi normal kembali tanyalah pada hati kita apa yang sebenarnya kita inginkan, itulah titik normalitas, meskipun itu jauh dari bayangan Normal orang awam.


Bagiku menjalin hubungan (apapun bentuk dan sebutannya) merupakan salah satu sifat kodrati manusia (zoon politicon), konsekwensinya adalah kerelaan untuk berbagi jalan hidup dengan sifat toleransi dan tidak menang sendiri (tentu dalam batas yang wajar). Memutuskan hidup bersama bukan perkara mudah, karena butuh keberanian dan persediaan stok ikhlas yang cukup, selama masih ada sisi yang merasa terenggut (secara tidak rela) maka berhentilah, karena semua akan berbalik menjadi abnormal. Mencintai itu membebaskan, membebaskan cinta itu memilih jalannya sendiri, itulah yang aku pelajari selama tiga tahun terakhir ini…….


(I’ll give your own life back to you totally)

Bukan Putus Cinta

Mata cokelat indahnya masih sama seperti dulu, seperti tiga tahun yang lalu, saat semua baru dimulai, tapi kali ini dengan rasa yang berbeda, seolah hendak memuntahkan badai yang ia simpan. Tak perlu banyak kata, mata cokelat indah itu mampu membuat mataku memerah saga, jantungku terasa berhenti dan badanku lunglai seketika.

Mungkin baginya ini hanyalah seperti sedikit turbulensi yang sejenak akan hilang, tapi bagiku sungguh ini goncangan hebat yang membuatku terlempar dari tata suryaku, duniaku jungkir balik, planet2 tak lagi menempati orbitnya, semuanya kacau. Lalu sejenak aku tersadar bahwa aku hanyalah manusia biasa yang sedang menjalani kehidupan, dan apapun bisa terjadi dalam hidup (kun fayakuun).

Sedikit rasa sedih dan kecewa pasti ada, tapi tidak ada yang pelu disalahkan apalagi dibenci dalam hal ini. Hal terpenting dari semua ini adalah jujur pada hati dan berani mengambil keputusan, sepahit dan seberat apapun itulah yang harus dipilih, karena setiap orang berhak untuk bahagia dengan jalan yang dipilihnya.

Ini bukanlah masalah putus cinta, tapi bagaimana menghargai pilihan. Sejak diciptakan manusia memang dikutuk untuk terus menghadapi pilihan2 dalam hidupnya. Kita juga tidak tahu apakah pilihan itu benar atau tidak, biarlah waktu yang akan membuktikannya. Yang jelas hidup adalah milik kita (our own), hidup bukan seperti kata orang, karena kelak kita sendirilah yang akan dimintakan pertanggung jawaban oleh Sang Pemberi Hidup.

Selanjutnya biarlah ini abadi dalam porsinya sendiri-sendiri, hari esok masih ada meskipun belum tentu buat kita. Hidup terlalu indah untuk sebuah kesedian, mungkin kali ini aku kurang beruntung, tapi aku jadi banyak belajar dari semua ini. Belajar mencintai, belajar mengerti, belajar berbagi dan belajar menghargai pilihan. Biarlah cinta itu menjadi tetap indah apapun ending ceritanya………