Minggu, 30 Desember 2012

Fantastic 2012, Optimistic 2013


Satu kata untuk menggambarkan tahun 2012 “fantastic”. Banyak momen menyenangkan di tahun 2012. Jika tahun 2011 lalu adalah masa berhijrah dan transisi, tahun 2012 adalah masa memantapkan langkah. Meski masih meraba-raba tahun 2012 adalah fondasi dimana mimpi-mimpi dan cita-cita harus diseriusi satu persatu.

Dalam setahun ini saya banyak belajar. Menjadi seorang pengajar membuat saya harus lebih banyak belajar. Tertatih, perlahan tapi pasti menemukan kenyamanan dalam menjalankan profesi itu. Tak ada satupun pekerjaan/profesi yang mudah semua memiliki kerumitan dan tantangannya sendiri, dan tantangan terberat saya masih “diri sendiri”, melawan segala keraguan yang berasal diri sendiri membutuhkan tenaga super besar dan tekat sekuat baja. 2012 saya sudah mengawali itu semua, pertarungan yang masih akan berlanjut di tahun-tahun berikutnya.

Tentang cinta, banyak cinta yang datang di 2012, perlahan mulai menggoda tapi hati saya masih sekeras baja. Entahlah, mungkin saya telah melukai banyak hati, tapi apalah daya, saya hanya menjalankan apa yang dimau Tuhan, jika saya masih tersesat mungkin saya salah membaca rambu-rambunya.

Saya sangat bersyukur, saya masih dikelilingi orang-orang baik yang siap mengulurkan tanggannya saat saya butuh bantuan, dan menyediakan bahunya jika saya sedih. Kesendirian dan kesepian muncul dari hati yang tak pandai mensyukuri kebedaan orang lain dan tak mampu menangkap sinyal doa untuk dirinya.

Saya mengakhiri tahun ini dengan penuh rasa optimis, semoga ditahun mendatang segala doa diijabahi Tuhan. jika harus ber-resolusi, saya punya tiga resolusi spesifik di tahun 2013.

Pertama, saya ingin menikah. Jangan tanya “siapakah pria itu” doakan saja semoga Tuhan yang maha melembutkan hati dan pemilik sebenar-benarnya cinta segera “memantik” hati saya demi seorang pria ini dan kami bisa menikah 

Kedua, saya ingin punya bisnis yang saya kelola sendiri. Meski sekarang saya sudah memiliki bisnis, tapi sifatnya masih sporadis dan suka-suka. Ditahun 2013 saya ingin penya satu jenis usaha yang saya kelola secara utuh dan serius. Bisnis ini nantinya saya peruntukkan buat jaminan hari tua 

Ketiga, menulis jurnal internasional. Selama setahun terakhir ini terhitung sudah dua kali saya mengikuti International Conference meskipun penyelenggaraannya masih level Nasional. Tahun 2013 I dare my self untuk menulis jurnal Internasional yang bisa dipresentasikan di luar negeri.

Butuh kerja ekstra keras untuk mewujudkan resolusi itu. Tapi menyerah diawal bukan pilihan. Tuhan pasti masih punya banyak keajaiban, i believe in miracle.


Good bye 2012, I’ll be missing you.

Jumat, 23 November 2012

Kabarku Hari ini...


Hai apa kabar pemirsa...
Rasanya lama sekali tidak menyapa. sejak aktif di tweeter saya jadi lebih sering "nyampah" dari pada menulis hehehe. banyak hal yang ingin dibagi dan ditulis tapi sekali lagi saya selalu kalah dengan kemalasan.

November adalah bulan yang sibuk, banyak tugas yang harus saya selesaikan. Alhamdulillah so far saya masih bisa menjalani hari dengan baik meski mood tak selalu mendukung dan cuaca sering mendung :)

pagi ini mood saya sedang baik, saya menuliskan 10 hal yang membuat saya bahagia pagi ini dalam status fesbuk:
1. saya cukup tidur. saking sibuknya saya sering kurang tidur, tapi semalam yang berhasil tidur dibahwah jam 9 malam)
2. saya tidak bermimpi buruk. mimpi kadang bisa mempengaruhi mood seharian, untunglah tak ada mimpi buruk yang mengganggu
3. Bisa bangun dengan sehat. Nikmat sehat adalah anugerah yang tak terkira, bersyukurlah untuk itu.
4. sholat subuh tepat waktu. sedah bebera hari Subuh saya diujung tanduk, karna tidur terlalu larut alhasil bangun kesiangan, tapi tidak dengan pagi ini saya bangun pas adzan subuh (luar biasa!!) :D
5. mendapat beberapa pesan dr teman selagi saya tidur. aktifitas pertama saat bangun tidur adalah memeriksa hanpon, cek bb, tweeter dan fesbuk. pagi ini semua "jejaring" saya menyala, bertanda ada pesan yang belum saya baca. BBM dari anggun, sms dari adek, beberapa tweet dan comment d fesbuk. dari semua itu tak ada yang lebih menyenangkan dari pada menyadari bahwa banyak orang-orang yang peduli dan mengingat kita sekalipun saat kita tertidur.
6. mendapati gigi sudah tidak sakit. seminggu belakangan ini gigi saya bermasalah, ada lubang yang masih menganga menunggu sentuhan dokter gigi, tapi jadwal berkunjung masih hari senin, jadilah sebelum tidur harus minum cataflam 50mg sebagai penahan rasa sakit. sekalipun bentunya kecil dan rasanya seperti permen, obat itu manjur hingga pagi sudah tidak cenut-cenut lagi :)
7. cuaca cerah tidak hujan. sya tidak menyukai hujan dipagi hari, pagi yang basah membuat saya malas beraktifitas.
8. Masih memiliki keluarga yang hangat. Hidup sendiri di luar kota jauh dari keluarga bukanlah pilihan yang mudah. tapi saat menyadari bahwa masih memiliki orang-orang yang selalu mendoakan saya nun jauh disana itu sangat melegakan.
9. masih dipercaya melakukan suatu pekerjaan sekalipun ini adalah weekend, sepanjaang saya menykainya apapun pekerjaannyaa tak jadi masalah :)
10. dan masih banyak lagi. jika ada satu alasan yang bisa membuatmu menangis, ada 1000 alasan yang bisa membuatmu bahagia

kadang banyak hal kecil dalam hidup yang lupa untuk kita syukuri. terlalu banyak mengeluh akan mengecilkan nikmat Tuhan, maka saya memutuskan untuk selalu bersyukur dan bahagia dengan apa dan bagaimana sekarang.

so, i'm happy today, what about you???


Rabu, 01 Agustus 2012

Selamat Ulang Tahun Ara

Perkenalkan aku teman ibumu, teman yang dipertemukan Tuhan lewat jaring-jaring ajaibNya. Kami belum pernah bertemu, berjabat tangan atau bentuk kontak fisik yang lain. Pernah suatu hari kami berniat bertemu sebelum kau lahir, tapi tampaknya Tuhan belum mengijinkan kami bertemu. Tahukan kau Ara, kadang memang bertemu secara fisik itu tidaklah mutlak, asal ada ruang untuk saling mengisi itu saja sudah cukup.

Aku mengenalmu lewat tulisan-tulisan ibumu dan foto-foto yang dia posting. Ibumu tidak pernah melewatkan sedikitpun cerita tentangmu. Mulai dia mengandungmu, susahnya melahirkanmu, bagaimana sedihnya saat kau sakit dan tidak mau makan, hingga perjalanan-perjalanan yang dia lalui bersamamu, semua dia dokumentasikan lewat tulisan-tulisannya. Suatu hari jika kau besar nanti pasti kau akan bangga dengannya Ara. Cukup kau baca tulisan-tulisannya tentangmu, kau akan tahu betapa kau adalah segalanya baginya.

Hari ini adalah ulang tahunmu yang pertama, tanggal yang sama dengan kelahiran ibumu, ajaib bukan? Dunia ini penuh keajaiban Ara, itu hanya satu dari sekian banyak keajaiban, dan kau sendiripun adalah keajaiban.

Beberapa hari yang lalu aku mengunjungi toko mainan, aku teringat padamu, ingin sekali memberimu kado “sepasang Angry Bird”. Tapi nampaknya tidak bisa saat ini, mungkin nanti aku bawakan saat aku berada di depan rumahmu mengetuk pintu, berucap salam, menjabat tangan ibu dan ayahmu, dan tentu saja mencubit pipimu yang tembem. 

Selamat Ulang Tahun Ara, semoga panjang umur serta mulia, semoga menjadi anak yang kuat dan hebat seperti kedua orang tuanya. Berbahagialah terus Ara.

Selamat Ulang Tahun juga buat mamahnya Ara, doa terbaik untukmu. Kiss n hug buat Dwi dan Ara.

Jumat, 29 Juni 2012

27 on 27

Dua hari yang lalu (27 Juni) aku merayakan ulang tahun (27 tahun), ulang tahun kali ini terasa berbeda. Mungkin karena memang berniat untuk dirayakan. Seingatku terakhir kali merayakan ulang tahun lima tahun yang lalu di panti asuhan, tahun tahun berikutnya ulang tahun sama saja seperti hari biasa, kecuali coretan d wall fesbuk yang penuh ucapan selamat dan doa.

Kali ini aku merayakan di kampus, tempat dimana aku menjalani kesibukan sehari-hari. Di bagian tempat aku bekerja (Hukum Internasional/HI) ada tradisi unik, setiap ada yang ulang tahun selalu dirayakan, semacam perayaan anak kecil lengkap dengan balon dan pita-pita. Tak perduli setua apa yang berulang tahun entah itu pejabat kepala bagian atau dosen baru, semuanya dirayakan meriah seperti pesta anak belasan tahun.

Tak terkecuali ulang tahunku. semua sudah dipersiapkan, balon, pita, tart, snack, makanan dan minuman. Menu spesial hari itu adalah sate gule Madura khusus dibuat oleh saudara yang punya warung sate gule “Abah Acil” asli Madura. Seperti biasa pesta d HI selalu meriah, tidak hanya dari kalangan dosen, mahasiswa konsentrasi HI dan karyawanpun ikut meramaikan. Senang sekali semua makanan bisa ludes, gak bisa bayangin jika gule sepanci gada yang makan 

Malamnya aku makan-makan bersama teman-teman kos, hanya 3 orang, satu teman kos baru yang lain teman kos lama. Aku tidak terlalu punya banyak teman, maklumlah rata-rata dari mereka hanyalah pendatang pencari ilmu yang sehabis lulus kembali kenegara asalnya masing-masing atau melanjutkan perjalanan ke tempat berikutnya. Karena teman datang dan pergi, hanya sedikit yang masih tertinggal d Malang. Awalnya juga mengajak adik dan sepupu, tapi karena musim ujian, mereka tak ada yang ikut alasan sibuk.

Sama dengan tahun-tahun sebelumnya, ayah dan ibu tak ingat hari ulang tahunku, mereka baru sadar setelah aku menelpon. Bagiku itu bukan masalah besar, karena memang kami tidak menganggap ulang tahun adalah hari spesial. Semua hari adalah sama, setiap hari juga penuh dengan doa. Aku juga setuju dengan itu, selebrasi hanya sebuah seremoni yang tidak bisa mengalahkan dahsyatnya doa siang malam tanpa henti.

Hal paling menyenangkan adalah saat menyadari bahwa sekalipun jauh dari keluarga, banyak orang yang selalu mencurahkan aksihnya untukku. Aku mengamini semua doa baik terhadapku. Entah doa mana yang akan terkabul lebih dulu, yang kuyakini Tuhan itu Maha Kasih Sayang, semua doa pasti terkabul, Dia-lah yang menentukan timing yang pas.

Hingga detik ini tak ada yang tidak bisa disyukuri. Jika ada satu kata yang dapat mewakili hidupku di 27 tahun ini adalah “bahagia”. Aku bahagia dengan apa yang aku alami hingga saat ini, dan aku amat sangat mensyukuri itu.

Rabu, 20 Juni 2012

Susah Catuh Cinta

Kau selalu mengeluh kadang merengek bahkan geram karena lelah merayuku tapi aku tak bergerak sedikitpun. Kau bilang susah sekali meluluhkan hatiku, membuatku jatuh cinta padamu.

Tahukah kamu, aku ingin bertemu seseorang yang hanya dengan menatap matanya hatiku meleleh, hanya dengan melihat senyumnya hatiku sumringah. Bukan dengan berjuta kata cinta meronta yang justru membuatku tidak bersahaja.

Sebenarnya tak susah sama sekali membuatku jatuh cinta, cukup jadilah dirimu sendiri, treath me with your heart, dan biarkan Tuhan menjalankan tugasnya 

Sudut Gelap

Dia berlalu pergi tanpa menoleh, sambil mengumpulkan segala kekuatan untuk berjalan pulang. Sepanjang jalan hanya terdiam. Entah apa dan siapa yang dipikirkannya, yang pasti semua tak akan kembali seperti semula.

Hanya diam beriringan dengan deru bising sepanjang jalan pulang, diam justru terasa lebih nyaring. Tak ada yang bisa dikata, kata terakhirpun telah terucap.

Matanya menatap lurus kedepan, memegang kendali mobilnya benar-benar agar selamat sampai tujuan, agar rodanya terpacu dengan benar, tidak tergelincir meski pikiran sedang kocar kacir. Mencoba fokus pada jalan meski rasa melayang layang.

Entah bagian apa ini, sakit, menyesal, cinta, rindu marah melebur menjadi satu, membuat jiwa dan raga gemetar tak karuan.

Hingga sesampainya di tempat tujuan, dia berlari kedalam kamar, mencari sudut gelap itu, meringkuk, sesengguk, menangis sejadi-jadinya.

*****

Di sudut lain, ada hati yang begitu menderita, tak berdaya pada kepasrahan cinta. Seluruh cintanya dia pertaruhkan di meja judi yang bernama takdir, dan akhirnyapun dia kalah hancur lebur.

Ini lebih sakit dari apapun yang dia bayangkan. Sangat menyakitkan menyerah pada cinta yang tak tau pasti apa sebabnya, kecewa pada keadaan yang tak mampu dia hadapi. Hanya Tuhan yang tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi bisa merasakan sakit itu jauh lebih baik dari mati rasa.

Dalam pada itu, ada ego yang terkoyak, ada logika yang kalah dengan rasa, dunianya jungkir balik. Kata akhir yang tak pernah dia mau terima baik secara logika maupun rasa, kini tiba-tiba muncul begitu nyata. Semua telah berakhir, yah benar-benar berakhir.

****

Di sudut gelap itu dia terus menangis sesenggukan hingga sesak sulit bernafas. Sesak oleh rasa bersalah karena tak mampu melawan takdir yang justru dia pilih sendiri. Sungguh perpisahan itu sangat menyakitkan meski dia telah mempersiapkan segala kemungkinan.

Dia tak yakin apa yang yang baru saja diucapkannya. Mungkin inilah mimpi yang harus dia lenyapkan dan kembali terbangun.

Berlahan tapi pasti nafasnya mulai beraturan. Dengan segala keberanian dia meraih phonecell, menekan tombol 1 speed deal number untuk seseorang yang mungkin ini adalah panggilan terakhir untuknya sebelum dia mengganti posisi 1 itu.

“maafkan aku” hanya kata itu yang keluar dari suaranya yang bergetar. Sementara itu, diujung telpon tetap sepi. Sungguh ini lebih sakit dari yang dia bayangkan.

****

Perjalanan pulangnya terasa lebih lama dari biasanya. Kereta melaju kencang seperti biasa, hanya hatinya yang terseok-seok tertinggal, atau mungkin sudah hilang entah dimana. Ini mimpi buruk yang selalu menghantuinya, tapi tak ada alasan untuk mundur, semua sudah diatur.

Sunyi, hatinya yang remuk kini bertambah sunyi se-sunyi sunyinya. Bunyi phonecell memecah kesunyian, dilihatnya dari nama yang sudaah dia hafal di luar kepala. Dia ragu untuk mengangkatnya, tapi mungkin inilah kesempatan terakhirnya untuk bicara.

Kata maaf berulang dari ujung telpon, tapi sang pemilik hati yang remuk itu hanya mampu terdiam, membungkam mulut rapat-rapat agar diseberang tidak tahu betapa sekuat tenaga dia menahan tangis. Ini sungguh menyedihkan.

“tidak apa, aku baik” hanya itu kata terakhir yang terucap sebelum semua benar-benar tamat.

****

Sudut gelap itu, kereta itu, perjalanan itu semuanya telah berakhir, menyisakan dua hati yang sama-sama remuk karena kejamnya takdir. Tak pernah meminta untuk jatuh cinta tapi tertakdir untuk berpisah, tak ada yang lebih melelahkan dari itu, sungguh.
Waktu dapat menyembuhkan luka. Waktu juga akan mengorek luka itu, lebih dalam dan dalam lagi. Tak ada plester atau betadin, bertahanlah, kau pasti kuat. Yakinlah semua sepadan dengan senyummu suatu hari.


*kiss n hug for my beloved sister, keep smiling*

Senin, 18 Juni 2012

Tulisan Pertama Buat Ayah



Nama: Abu Tazid bin Noer Ahmad alias Abu Tazid Noer alias Abu Yazid
Tempat, Tanggal Lahir: Madura, 50 tahun yang lalu
Hobby: makan dan menggoda ibuku.

Dia adalah lelaki yang aku panggil Abi, lelaki yang menikahi ibuku, lelaki yg karena andilnya aku lahir kedunia, yang mengadzaniku sesaat setelah aku dilahirkan, memberiku nama yang indah, lelaki yang menjagaku dan mendoakan aku siang dan malam tak pernah putus. Dialah Ayah, bagaimanapun kau memanggil sosok ini, aku memanggilnya Abi (Ayahku).

Seseorang yang belum mengenal ayahku pastilah mengira dia orang yang menakutkan, sebagaimana profil orang Madura yang sering ditampilkan. Setelah mengenalnya asumsi itu pasti akan lenyap karena ayahku adalah pribadi yang hangat, lucu dan menggemaskan. Itu karena postur tubuhnya yang tambun, suka becanda dan apa adanya.

Abi suka sekali makan, ibadah yang paling sulit baginya adalah puasa. Hal pertama yang dia minta pada ibuku saat bangun tidur adalah memasak untuknya. Barang kali hal yang paling ditakutinya adalah mati kelaparan, meskipun itu mustahil. Tentang hobinya ini Ibuku berasumsi bahwa masa kecil ayahku pastilah sangat susah hingga kurang makan, dan saat ini dia sedang menjalankan misi balas dendamnya terhadap makanan. Aku pernah menanyakan hal ini pada Abi, tapi dia hanya tersenyum dan tetap suka makan, sekalipun Ibu sampai mencak-mencak melarangnya.

Selain makan hobinya yang lain adalah merawat tanaman hias. Pernah juga memelihara burung dan ayam bekisar tapi tidak lama semua mati. Abi sangat sedih waktu ayam bekisarnya mati mendadak, sampai tidak mau makan tiga hari, Ibuku juga ikut sedih, ah tidak, Ibu bingung karena Abi tidak mau makan. Sejak saat itulah di rumah kami tidak ada hewan peliharaan, semua perhatian dan kasih sayang tertumpu pada tanaman hias. Abi dan Ibuku sangat berjodoh dengan tanaman, apapun yang mereka tanam tumbuh dengan subur. Dari hanya satu pot kini menjadi berpuluh-puluh pot dari asal tanaman yang sama. Mereka bahu membahu merawat tanaman-tanaman itu, bagi mereka tanaman adalah keluarga. Ini wajar karena mereka hanya tinggal berdua di rumah, sedangkan aku dan adikku memilih untuk tinggal di luar kota.

Abi bukanlah tipe ayah yang romantis, dia tidak pernah mengantarkan aku sekolah dan tak pernah pengambil raporku. Pernah suatu hari aku berniat membohonginya, aku bilang jika Abi tidak datang mengambil raporku, aku terancam tidak naik kelas dan raporku ditahan. Dengan susah payah aku berusaha meyakinkan Abi, tapi reaksinya sungguh diluar dugaan, dengan santai dia bilang: “gak papa kamu tidak naik kelas, masih ada kelas berikutnya, lagian ngapain juga sekolah simpan rapormu, kurang kerjaan aja!” jika sudah begini, aku mati kutu. Padahal sejatinya aku hanyalah ingin ayahku bangga bisa naik panggung menerima piala karna aku juara satu.

Hingga sebesar ini, sepertinya aku memang belum bisa membuatnya bangga, bahkan saat aku menjadi lulusan terbaik di Magister ayahku hanya tersenyum tipis dan manggut-manggut, berbeda dengan reaksi ibuku yang mengharu biru. Bagi Abi, aku tetap anak bodoh yang tidak bisa berenang dan membedakan pohon tomat dengan pohon cabai. Bagi Abi tiga hal itu sakral mengingat bagaimana dia menjalani masa kecilnya dipesisir pantai dan hidup dari kedua orang tua petani cabai yang miskin yang tiap hari hanya bisa makan nasi dan sambal tomat. Namun belakangan aku tahu, dibalik sikap acuhnya itu, aku adalah anak perempuannya yang paling dia banggakan, anak perempuan yang mati-matian dia sekolahkan, anak yang membuatnya bisa berjalan dengan kepala tegak hingga saat ini.

Aku adalah anak perempuan, tetapi aku dibesarkan dengan cara pandang laki-laki, Abi mendidikku dengan keras. Abi pernah bilang: “hidup ini keras nak, hanya yang kuatlah yang bertahan. Sekalipun kau anak perempuan, kau harus punya kemampuan setara lelaki, fisik boleh kalah, posisi boleh berbeda, tapi otak dan akal budi tidak boleh kalah dan Tuhan memberikan kesempatan itu sama kepada semua manusia”. Saat itu, aku masih terlalu kecil untuk memahami perkataan Abi, kini aku paham bahwa Abi juga menghargai prinsip-prinsip persamaan gender.

Sejak lulus SD aku meninggalkan rumah, sesuai kehendak Abi, aku harus pergi melanglang buana mencari ilmu. Aku jarang sekali pulang, dan Abi juga melarangku pulang jika tidak libur panjang. Kami jarang sekali bertemu, komunikasi kami hanya lewat telpon yang hanya berlangsung singkat.
Kami tak selalu akur, kami sering sekali berdebat. Selain anak bodoh, aku adalah pembangkang, selalu protes ini dan itu, tak pernah mau kalah. Kami tak pernah bicara dengan serius, obrolan serius kami lalui dengan bercanda. Sampai sekarang aku takut jika Abi mengajakku membicarakan hal serius, bagiku obrolan serius itu adalah bencana. Tapi aku sadar suatu saat aku harus memberanikan diri untuk berbicara serius dengan nya membahas hal-hal yang serius pula.

Diam-diam aku mengagumi ayahku, dibalik tingkahnya yang kadang konyol dan kekanak-kanakan, dia adalah pribadi yang luar biasa. Darinya aku banyak belajar tentang ketekunan dan kesungguhan hati. Tujuan hidupnya adalah beribadah dengan tenang. Jika dengan menjadi kaya, bisa menjadikanmu lebih tenang beribadah, maka jadilah orang kaya, tapi jika yang terjadi malah sebaliknya, hidup miskin bukanlah pilihan yang sulit, begitulah prinsipnya.

Jarang sekali aku menemukan orang yang istiqomah seperti dia, yang masih suka membaca kitab-kitab kuning disela-sela waktu senggangnya. Bacaan favoritnya adalah Ihya’ Ulmuddin karangan Imam Al-Ghazali, tiap aku masuk kamarnya, kitab itu selalu bertengger dia sudut meja dalam keadaan terbuka.

Moment yang paling menyenangkan bersama Abi adalah ketika kami duduk santai di teras belakang rumah dan dia mulai bercerita tentang kisah-kisah Abu Nawas dan raja Harun Al Rasyid, kadang dia bercerita tentang masa kecilnya. Aku suka sekali jika Abi bercerita, sayang sekali dia sangat jarang melakukannya. Dia lebih senang mendengar ceritaku, cerita tentang dunia yang begitu dia impikan meskipun tak terlalu dia pahami.

Aku jarang sekali menulis tentang Abi, mungkin ini baru yang pertama, tapi sungguh aku tidak menemukan kata selesai untuk bercerita tentangnya. Dia adalah sosok yang luar biasa. Setiap Ayah pasti memiliki ceritanya yang luar biasa. Seperti halnya Ibu kasih sayang seorang Ayah juga tak pernah kering. Dialah yang memimpin doa untukmu, peluhnya dia dedikasikan untuk senyummu. Seperti dalam film “Life Is Beatifull” mungkin begitulah seharusnya figur seorang ayah.

Selamat hari Ayah Abi, kamulah orang pertama yang aku sebut dalam setiap doa sebelum Ibu.
Aku Menyayangimu.

Senin, 28 Mei 2012

Musim yang Gila


Sepanjang saya mengikuti perjalanan liga-liga eropa -Serie A, Liga Spanyol, EPL- mungkin inilah musim yang paling gila (2011-2012), mendebarkan dari awal hingga akhir musim, dari peluit pertama dibunyikan hingga detik akhir pertandingan. Tak ada dominasi satu klub, semua klub berhak berebut juara.
Paling seru adalah perebutan juara EPL antara klub sekota Manchester United dengan Manchester City, juaranya bisa ditentukan hingga peluit pertandingan terakhir dibunyikan. Meski perolehan nilainya sama, City unggul karena produktifitas gol.

Dalam perjalannannya perebutan juara ini memang tidak mudah, saling berebut poin dan salip menyelip di papan peringkat. MU sempat memimpin di awal musim, mengalahkan Arsenal dengan skor fantastis 8-2. Paruh musim City mengambil alih posisi. Dan diakhir musim dua klub sama-sama pantang menyerah hingga pertandingan terakhir.

City memang pantas menang, setelah penantiannya selama 44 tahun, dengan kerja keras dan segenap kemewahan fasilitas yang ada, gelar juara tidaklah berlebihan. Sementara itu, MU tidak bermain konsisten. Greget MU menurun dipertengahan musim karena banyaknya pemain yang dilanda cedera. MU juga tidak berhasil memenangkan laga-laga krusial, ditahan imbang Everton (4-4) saat harus menang, dan kalah dari City di Etihad Stadium pada derby terakhir. Dalam pada itu MU tetap menunjukkan semangat juang hingga akhir.

Klub-klub lain juga tidak kalah mempesona. Arsenal merangkak dari posisi 16 berakhir di posisi 3. Chelsea mampu bertahan setelah posisi manajer Villas Boas diambil alih d’Matteo dan berakhir di posisi 6. QPR mampu bertahan di EPL setelah bermain keras di laga terakhirnya dengan City. Hanya Liverpool yang belum menemukan performa terbaiknya hingga akhir musim.

Serie A Italia juga tidak kalah heboh. Persaingan Juve-Milan, ibarat Cesse Stoner dengan Lorenzo di Moto GP, keduanya saling ngotot Juara. Andai Milan menang melawan Inter di laga derby terakhir, perebutan Scudetto (gelar juara) pasti juga akan seseru MU dengan City. Mungkin hanya Liga Spanyol yang mudah ditebak, Madrid mendominasi dan Barca tak mampu pertahankan gelar meski Messi meraih elphicici (top scorer).

Musim ini berakhir dengan torehan fantastis sekaligus dramatis. Juve Scudetto dengan rekor unbeaten (tak terkalahkan sepanjang musim), Madrid juara dengan angka 100, dan City dipastikan juara saat injury time. Pada akhirnya Tim yang paling bekerja keraslah yang layak naik podium, membawa pulang piala dan berpesta pora.

Meski tak ada klub faforit saya yang mampu pertahankan gelar juara, musim ini benar-benar menegangkan. Mungkin benar kata Andrea Hirata dalam ‘sebelas Patriot’ dalam sepak bola kalah maupun menang tidak ada pilihan lain selain menanti pertandingan berikutnya.

See You Next Season, Give us more entertaining and inspiring game.

-sambil berdoa semoga MU, Milan dan Barca juara musim depan, amin-

Selasa, 17 April 2012

Kenangan Masa SD




Beberapa waktu lalu teman SD saya membuat group di fesbuk, anggotanya adalah alumnus MI (Madrasah Ibtidaiyah/ setingkat SD) Zainul Hasan tempat dulu kami belajar. Meski anggotanya dari berbagai macam angkatan, tapi yang paling aktif adalah angkatan kami.

Kami saling bertukar kabar, berbincang seputar kegiatan masing-masing, meski didominasi oleh obrolan nostalgia dan kisah cinta monyet anak kecil. Seru sekali melihat kami saling membalas comment yang menadakan jika kami masih saling merindukan.

Yang paling mengharukan adalah saat diposting foto bersama kami saat kelas 6. Ini adalah foto wajib untuk setiap angkatan yang akan disimpan dalam album kenangan sekolah. Kami berseragam putih-putih dengan jilbab hitam bagi yang perempuan. Sekolah kami adalah sekolah Islam jadi sejak kelas 3 SD bagi yang perempuan diharuskan mengenakan kerudung, meski rok yang kami gunakan hanya sepanjang lutut.

Lucu sekali melihat foto itu, teringat kembali masa-masa kecil disekolah reot dipinggiran sungai Bedadung. Sugai Bedadung adalah sungai terbesar di Kabupaten Jember, melintang disepanjang utara hingga pantai selatan. Sekolah kami terletak tepat di pinggiran sungai itu, jadi bisa dibayangkan saat hujan bangku-bangku kami hanyut diterjang banjir. Jika sudah begitu masjid-lah yang menjadi lokasi belajar. Setelahnya kami harus kerja bakti membersihkan sampah dan lumpur yang masih tersisa.

Dulu sekolah kami itu tak berdaun cendela dan tak berdaun pintu, hanya bangunan sederhana dipinggiran sungai yang siap hanyut kapan saja. Saat ini, sekolah kami sudah direnofasi total, jauh lebih layak dan representatif untuk belajar, serta berhasil menjadi salah satu sekolah unggulan di Kabupaten Jember. Saya mengikuti perkembangannya karna kakak sepupu saya (yang juga alumnus) mengabdikan ilmunya disana.

Melihat satu-persatu wajah itu, membuat saya tersadar, betapa cepatnya waktu berlalu. Sudah 15 tahun sejak kelulusanku tahun 1997 lalu. Setelah lulus, saya melanglang buana, meneruskan tradisi keluarga, meninggalkan rumah, pergi ke tempat jauh untuk belajar. Tak lagi bertemu teman-teman, kominikasi terputus.

Nama-nama mereka masih saya ingat, hanya beberapa yang masih sering bertemu saat saya pulang karna kebetulan kami bertetangga, dan yang lain entah sedang apa dan berada dibelahan dunia mana tak ada kabar pastinya.

Sekali lagi, jejeraing sosial menjadi penanda kuasa Tuhan. Menjadi ajang silaturrahmi, menjadi ajang reuni yang tak perlu tempat dan waktu khusus, kapanpun dan dimanapun.

Minggu, 15 April 2012

Menjelajah Mencari Alien



Cerita-cerita Dee semacam suplemen bagi saya, penyemangat dan penyegar diantara tumpukan diktat-diktat kuliah yang membosankan. Kali ini vitamin itu berjudul “Partikel”. Saya butuh waktu 24 jam untuk menyelesaikan buku setebal 493 halaman, tentu sambil disambi yang lain. Novel ke 4 dari serial Supernova yang ditunggu-tunggu selama delapan tahun akhirnya muncul juga. Kali ini tokohnya bernama Zarah, gadis berdarah Arab-Sunda yang mempunyai ‘mata istimewa/special eye’

Zarah artinya Partikel, susunan terkecil dari alam, dalam bahasa Arab juga dikenal dengan “dzarrah”. Partikel menceritakan petualangan Zarah yang mencari ayahnya, Firas, yang hilang pada suatu malam dan tidak pernah kembali. Berbagai macam spekulasi muncul dari hilangnya sang Ayah, mulai hal-hal yang berbau mistis, hingga temuan adanya rahasia lain alam semesta. Alien.

Membaca partikel seperti sedang melakukan inner journey (pinjam istilah dari teman), banyak kejutan di dalamnya. Zarah tidak hanya mencari ayah, tetapi mencari jati diri. Hal yang paling sulit adalah menaklukkan diri sendiri. Dalam Partikel juga diceritakan tentang masalah keluarga, pendidikan dan lingkungan, tentu cerita cinta masuk didalamnya.

Seperti di novel-novel superova sebelumnya, Dee menyajikan petualangan alam dan spiritual. Dee selalu berhasil mengelaborasi ilmu pengetahuan dan keyakinan, dunia fisika dan metafisika, dunia realitas dan spirit. Menggabungkan dunia fotografi dan ritual memanggil roh, mengawinkan Nikkon FM2/T dengan ramuan Iboga.

Sepanjang membaca novel ini, emosi pembaca juga diaduk-aduk. Terhanyut saat Zarah berpamitan kepada sang ibu (Aisyah) dan adiknya (Hara) untuk pergi ke London, bergelora saat membayangkan kisah cinta Zarah dengan Storm, sang pangeran tampan, kecewa dan geram saat penghianatan dilakukan oleh sahabatnya yang ia bela mati-matian (Koso), dan tentu sangat penasaran saat Zarah bertemu dengan Pak Simon, WNI yang memegang kunci misteri keberadaan ayahnya. Adanya tokoh-tokoh lain seperti Abah, Umi, Paul, Zach, Ibu Inge dan Sarah si Orangutan membuat cerita ini semakin kuat dan mengalir lembut meski cerita dibuat tidak linier. Yang paling saya suka adalah saat Dee menyajikan dialog-dialog filosofis dalam bahasa ringan dan masuk akal.

Partikel juga mengajak pembaca lebih mengenal dan menyatu dengan alam, memahami tingkah laku binatang, tetumbuhan, jejamuran, Fungi, dan fenomena crop circle. Over all Dee sukses menyajikan cerita fiksi dan sarat unsur ilmiah, serta membuat kita sadar posisi kita, manusia, dalam alam kehidupan semesta.

Tentu untuk melahirkan karya seperti itu dibutuhkan rahim yang kuat, nutrisi yang sehat agar janin keluar dengan sempurnya. Butuh riset mendalam untuk menemukan formulasi yang pas agar fakta, fiksi dan rasa melebur dalam kata, dan waktu delapan tahun itu setimpal dengan Partikel yang luar biasa. Four tumbs up buat Dee, gak sabar menunggu Gelombang.

Sabtu, 07 Januari 2012

Diam

Ada kalanya hanya bisa terdiam meski banyak kata yang ingin diucapkam.
Ada kalanya diam bisa mewakili ribuan kata.
Dan malam ini saya hanya bisa berdiam dan terdiam.
Dan diam inipun sudah lebih dari cukup!

Jumat, 06 Januari 2012

Keadilan Level Sandal Jepit

Pada tahun 1993, Ronny Lukito, lelaki asal Bandung mendirikan sebuah perusahaan bernama PT. Eigerindo Multi Produk, atau yang lebih dikenal dengan Eiger, yang bergerak dalam bidang usaha manufaktur dan ritel peralatan petualangan. Eiger terinspirasi oleh nama sebuah gunung di Alpene Bernese Swiss yang tingginya mencapai 3.970 meter diatas permukaan laut. Produk Eiger milik Mr. Ronny Lukito tersebut telah menjadi brand terkemuka –asli Indonesia- dibidang peralatan-peralatan petualangan, hingga saat ini Eiger mempunyai sekitar 100 counter yang tersebar diseluruh Indonesia.

Tentu bukan karena ketenaran merk Eiger itu yang menyebabkan AAL, bocah berusia 15 tahunan harus dimejahijaukan, tetapi tindakan AAL yang secara sengaja mengambil barang atau sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, itulah yang menjadi alasan yuridis mengapa hakim Pengadilan Negeri Palu, Rommel F Tampubolon, memutuskan AAL bersalah atas dakwaan pencurian sandal jepit bermerk Eiger nomor 43 milik seorang Briptu di Palu. Bukan merk atau ukuran yang menjadi masalah, tapi semua unsur yang ada dalam Pasal 362 KUHP tentang pencurian terbukti secara sah meyakinkan telah dilakukan oleh AAL. Demikianlah kira-kira kesimpulan keputusan hakim yang dibacakan dalam sidang hari Rabu yang lalu (4/1/2012).

Kejadian pencurian sandal ini cukup mencuri perhatian masyarakat, bahkan di berbagai tempat dilakukan aksi simpati terhadap nasib AAL dengan mengumpulkan sandal jept sebanyak-banyaknya. Ada tiga alasan mengapa kasus ini sangat menarik, pertama, pencuri adalah anak yang masih dibawah umur, kedua yang dicuri adalah sandal (yang tingkat ‘prestisiusnya’ terabaikan) dan yang ketiga adalah korban pencurian adalah seorang aparat polisi. Disisi lain, tentu ini menjadi tamparan keras bagi korps kepolisian yang saat ini sedang memperbaiki citranya justru dianggap gila hormat dan ‘lebay’ dengan menuntut seorang anak dibawah umur hanya karena mencuri sandal.

Ini bukan kasus pertama kali dan satu-satunya yang meyedot perhatian publik, banyak kasus lain seperti Prita Mulyasari, nenek pencuri singkong, anak pencuri setandan pisang dan sebagainya, yang membuat masyarakat geram karena menganggap tidak seharusnya hukum bertindak sedemikian atas kasus remeh-temeh semacam itu.
Terlepas dari opini yang kini berkembang di masyarakat, kasus-kasus seperti ini selalu menimbulkan pertanyaan, apakah ini memang yang seharusnya dilakukan oleh hukum? jika memang bukan itu apa yang seharusnya dilakukan oleh hukum dalam konteks negara ini sebagai negara hukum?

Positivisme yuridis vs Keadilan
Dalam konsep negara hukum ada tiga komponen yang harus dipenuhi, pertama rule of law, kedua supreme of law, dan ketiga penghormatan HAM. Bagaimanapun bentuk hukum itu dalam negara hukum semua harus terkondisikan untuk mendukung tiga komponen tersebut.

Gustav Radburch menyatakan bahwa tujuan hukum itu ada tiga, pertama keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Ketiganya harus berjalan bersamaan, jika tidak bisa, maka keadilanlah yang harus diutamakan.

Namun demikian, implementasinya tak semudah itu. Nilai keadilan yang abstrak harus dimanifestasikan dalam formalitas hukum yang konkrit. Ini untuk menjamin kepastian hukum dalam supreme of law, hukum harus formal legalistis sebagai manifestasi rule of law dan hukum juga harus merata dan tidak pandang bulu sebagai manifestasi dari equality before the law dalam konsep HAM.

Hal ini sepenuhnya tidak salah, jika kita berpegang pada formalitas yuridis versi John Austin. Bagi Austin, hukum, bukan persoalan adil-tidak adil, dan juga bukan soal relevan atau tidak dengan pergumulan dunia riil. Satu-satunya yang relevan jika berbicara tentang hukum, adalah ia ada dan sah secara yuridis. Tata hukum itu nyata dan berlaku, bukan karena mempunyai dasar dalam kehidupan sosial, bukan pula karena hukum itu bersumber pada jiwa bangsa, bukan pula karena cermin keadilan dan logos, tetapi karena hukum itu mendapat bentuk positifnya dari institusi yang berwenang. Justifikasi hukum ada di segi formal-legalistiknya, baik bagi segi wujud perintah penguasa maupun derivasi dari norma dasar (grundnorm).

Dalam negara hukum yang menganut sistem hukum eropa kontinental kasta tertinggi adalah rule of law dengan hukum positif (tertulis) sebagai panduannya. Dalam hal ini bentuk formal hukum (undang-undang) memegang peran penting. Celakanya, hukum kita selalu terjebak dalam positifisme dan legalitas hukum sehingga hanya memandang hukum dari apa yang bisa kita terima oleh panca indera. Keadilan itu terlihat dan termanifestasi dari teks-teks aturan dan putusan hakim.

Menurut pandangan positifistik, apa yang dilakukan hukum (putusan hakim) terhadap kasus sandal jepit itu telah benar, tidak ada yang terlu dipertentangkan. Secara formal yuridis AAL telah memenuhi rumusan Pasal 362 KUHP tentang pencurian (rule of law) dan tidak betentangan dengan HAM (equality before the law).

Namun tampaknya masyarakat tidak berpikir demikian, apa yang dialami oleh AAL merupakan the abstain of justice (hilangnya nilai keadilan dalam hukum). Keadilan itu tidak hanya dipahami secara teks-teks yuridis tetapi lebih kepada nilai kemanusiaan. Sederhananya, meskipun secara formal yuridis pencurian yang dilakukan AAL adalah salah, tapi tidaklah manusiawi dan tidak adil jika hal itu sampai ‘mampir’ di meja hijau karena obyek yang dicuri hanyalah sebuah sandai jepit.

Bagi Max Weber mungkin masyarakan kita sudah sampai pada tingkat rasionalitas penuh dengan otoritas rasional, dimana hukum dibuat dan dijalankan berdasarkan kewenangan formal oleh negara. Namun secara pemikiran masyarakat mulai melangkah pada progresifitas hukum dimana lebih mengutamakan tujuan dan konteks ketimbang teks-teks aturan semata.

Hukum progresif lebih mengutamakan tujuan dan konteks daripada teks-teks aturan semata, dan disini persoalan diskresi (keleluasaan hakim dalam menafsirkan teks) menjadi sangat urgen. Dalam konteks diskresi, para penyelenggara hukum dituntut untuk memilih dengan bijaksana bagaimana ia harus bertindak. Otoritas yang ada pada mereka berdasarkan aturan-aturan formal, dipakai sebagai dasar untuk menempuh cara yang bijaksana dalam menjalankan tugasnya berdasarkan pendekatan moral daripada ketentuan-ketentuan formal.

Mungkin konsep diskresi ini yang seharusnya dapat dimanfaatkan oleh hakim Pengadilan Negeri Palu dalam kasus AAL vs sandal jepit Briptu. Hakim tidak hanya menjalankan apa yang diperintahkan oleh teks-teks (aturan) formal tetapi menggali nilai moral demi terwujdnya keadilan. Untunglah, pada akhirnya hakim tidak kebablasan dalam memutus perkara, tidak memenjarakan AAL dan mengambil langkah –seharusnya- ‘aman’ dengan mengembalikan AAL kepada orang tuanya setelah diputus bersalah secara hukum.

Keadilan = Sandal Jepit
Sejatinya keadilan itu tidak boleh di hadapkan secara vis a vis dengan positivisme hukum. Keadilan dan kepastian hukum tidak boleh menjadi oposisibiner, apalagi menjadi teralienasi satu sama lain. Keadilan harus menjadi nafas hukum, keadilan menjadi bagian yang integral dan merupakan inti dari hukum, bukan malah menjadi entitas yang berbeda dari hukum. Jika positivisme hukum mereduksi atau menjauhi nilai keadilan, maka hakim harus berani memposisikan diri sebagai jembatan untuk mendekatkan jarak kesenjangan itu.

Keadilan itu mungkin hanya sebatas dan selevel sandal jepit, atau bahkan keadilan itu memang seharusnya selevel dengan sandal jepit yang membumi. Sebuah sandal, apapun mereknya, Eiger, Converse, crocs atau bahkan swallow sekalipun tidak akan merubah kondrat sandal sebagai alas kaki yang letaknya dibawah. Keadilan bagaimanapun bentuk dan rupanya, dia harus menjadi alas dan pijakan (nilai) untuk berjalannya sebuah hukum. Tidak menjadi barang mewah yang unreachable.

Mungkin ada benarnya jika merujuk pada pemikiran Gurvitch bahwa seharusnya keadilan itu menjadi nilai hidup bersama yang utama, hal ini hanya bisa dilakukan jika bisa meleburkan ‘aku’ dan ‘engkau’ menjadi ‘kita’ sehingga keadilan itu bukan hanya milik-ku, milik-mu atau milik-nya tetapi milik kita.