Rabu, 28 Agustus 2013

Maaf Saya (terpaksa) GOLPUT

Selasa lalu saya mendapat telpon dari ibu dirumah, katanya ada surat panggilan dari panitia pemilu  untuk menggunakan hak pilih dalam pemilu Gubernur Jawa Timur hari ini.
Saya tidak yakin apakah bisa menggunakan hak pilih itu karena sekarang posisi saya berada diluar kota (daerah yg berbeda dengan alamat KTP saya),  dan yup, ternyata benar saya tidak bisa menggunakan hak pilih, saya (terpaksa) golput seperti pemilu sebelumnya. 

Saya tidak menggunakan hak pilih (alias:Golput) bukan karena keinginan saya, tapi karena sistem pemilu langsung yang -masih- tidak berpihak pada orang-orang perantauan seperti saya. Sebagai warna negara yang baik, hari ini saya datang ke TPS dengan teman kos saya yang -notabene- juga perantauan, kami berharap bisa menggunakan hak konstitusional kami dimanapun kami berada. meski tidak yakin bisa, kami mendatangi TPS terdekat, dan seperti perkiraan sebelumnya kami ditolak dengan alasan kami tidak membawa surat panggilan, setelah memberikan sedikit penjelasan akhirnya kami pergi. 

Mungkin ada jutaan warga Jawa Timur yang bernasib sama seperti kami, karena tidak dapat dipungkiri mobilitas warga Jatim sangat tinggi. Contohnya saya, KTP beralamat di Jember tetapi saat ini saya berdomisili di Malang, saya tidak dapat mencoblos di Malang karena panitia pemilu hanya memperbolehkan memilih ditempat sesuai dengan KTP dan/atau dapat memilih ditempat lain dengan membawa surat panggilan (inipun masih debatable). Ini adalah masalah klasik yang hingga saat ini masih belum dapat diselesaikan. 

Sebenarnya untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah Jatim dan KPPU teleh bersepakat untuk meliburkan hari pemilu, tujuannya adalah agar orang bisa pulang kampung nntuk mencoblos. tapi menurut saya cara ini sama sekali tidak efektif. bagi pekerja seperti kami libur sehari lebih baik digunakan untuk istirahat dari pada pulang kampung, selain akan menghemat biaya juga menghemat waktu. bayangkan saja jika orang Pacitan yang bekerja di Banyuwangi mereka membutuhkan waktu sekitar 15 jam perjalanan hanya untuk mencoblos tentu ini sangat merepotkan. Permintaan panitia di TPS untuk menunjukkan surat panggilan bagi warga luar kota juga menurut saya juga merepotkan, apakah ibu saya harus mengirimkan surat panggilan itu melaui pos? Scan? Atau bagaimana? Sama sekali tidak hemat dan membuang-buang waktu. Prinsipnya adalah mudahkanlah cara kami untuk bisa berdemokrasi, bukan malah dipersulit. 

Inilah salah satu kelemahan sistem pemilu yang konfensional, paper based ellection, kita disuruh datang dan mencoblos, di negara maju seperti Amerika dan Eropa sistem ini sudah tidak dipakat lagi, semuanya menggukan sistem elektronik e-ellection, siatem ini tentu sangat efisien, kita tiak perlu datang dan mengantri di TPS, pemerintah tidak perlu lg buang duit milyaran untuk kebutuhan logistik, mencetak suara dll, cukup memencet tombol pilihan di setiap mesin pemindai yang telah disediakan, bisa dilakukan sambil bekerja atau aktifitas lainnya, sekali tekan langsung terdeteksi. Tentunya sistem ini baru bisa berjalan di negara yg sistem administrasi kependudukannya sudah rapi tidak carut marut seperti di indonesia. Mungkin kita masih harus menunggu 10 atau 20 tahun lagi sembari pemerintah menata e ktp. 

Anyway, selamat berpesta demokrasi masyarakat Jawa Timur. Siapapun gubernurnya Semoga kedepan hidup kita jadi lebih indah, amiinn...

Senin, 05 Agustus 2013

Cerita Tentang Dia

Akan aku ceritakan kepadamu tentang dia, bagaimana kami bertemu dan akhirnya kami memutuskan untuk bersama. Dia adalah hati yang terpilih. Kami punya kisah yang panjang dan penuh kejutan, durasi cerita kami memakan waktu bertahun2 bahkan hampir puluhan, sepanjang usia kami sekarang mungkin. Jika dipadatkan ceria kami bisa dibuat FTV, ah mungkin lebih baik dibuat serial tapi tak serumit sinetron. Tapi tidak bisa sekarang aku ceritakan, aku belum menemukan kata2 yang pas untuk merangkumnya, tunggu beberapa saat, kamu akan semakin yakin tentang cinta, jodoh, takdir dan keajaiban. Love in the most incredible magic.