Minggu, 29 Agustus 2010

"RUMAH"


Rumah,
aku suka sekali kata ini, suatu tempat yang menjanjikan masa depan,
bukan hanya sekedar sebuah bangunan, tapi dimana semua mimpi itu berasal dan akan terwujud didalamnya....
aku telah lama meninggalkan rumah, mungkin sejak aku baru menginjak usia 12 tahun,
rasanya telah lama sekali....
aku ingin sekali pulang, menikmati rumah yang belum pernah -benar-benar- aku tempati, tapi sepertinya masih ada rantai yang mengikatku disini, ditempat nun jauh dari rumahku...
aku rindu sekali.

selalu banyak alasan untuk selalu merindukannya. Rumahku bukanlah rumah besar di kawasan elite, dengan perabotan komplit dan beranda yang indah,
rumahku sangat nyaman dengan banyak tanaman hijau disekelilingnya, sangat hangat dengan banyak cinta didalamnya.
aku merindukan teras belakang rumahku, dimana ayahku sering mengajakku melihat bintang dan menceritakan padaku kisah-kisah konyol petualangan Abu Nawas dengan Raja Harun Al-Rasyid, dimana ibuku sering menceritakan mimpi-mimpi hari tuanya padaku...
aku rindu sekali.

Ayahku benar-benar telah mewujudkan rumahnya sebagai surganya, tempatnya bercengkrama dengan istri yang dicintainya -ibuku-, dunia ini sangat indah bagaikan surga jika berada dirumah, begitu katanya...
ibuku pernah bilang padaku suatu saat aku pasti akan punya rumahku sendiri dan akupun akan menjadi rumah bagi seseorang,

tapi kau tau kawan:
Sejauh apapun kakimu melangkah, jalan apapun yang kamu pilih, semoga tetap ingat jalan pulang.....


(aku tulis saat merindukan rumah)

Rabu, 25 Agustus 2010

"PESAN"

Aku tak bisa lagi kirimkan pesan padamu...

Angin tak bisa menyampaikannya.
Cuaca tak menentu akhir-akhir ini,
hujan turun terus smalaman...

Aku ingin mengirimkan pesan padamu,
sebuah pesan rahasia,
hanya Tuhan, aku dan kau yang boleh tahu...


Z J T L
D Q H M
C T J Z
M L T /

Rabu, 18 Agustus 2010

Mendekatkan yang Jauh dan Menjauhkan yang Dekat


Beberapa waktu yang lalu aku jalan-jalan dengan temanku, seorang teman lama. Selayaknya seorang teman yang sudah lama tidak bertemu pastilah banyak cerita yang ingin dibagi, dan aku punya banyak stok cerita yang akan aku bagi dengannya. Tapi ternyata jauh panggang dari api, pertemuan yang aku harapkan akan menggebu-gebu berubah menjadi hambar gara-gara ponsel canggih itu.

Awalnya semua berjalan dengan lancar, tapi lama-lama ponsel canggih itu menggangguku. Seperti biasa aku bercerita dengan menggebu-gebu kepadanya tentang ini dan itu, tapi dia malah sibuk asik sendiri ber ’pesan-pesan’ ria lewat ponsel canggih itu, -tidak seperti biasanya- dia hanya sesekali menimpali ceritaku dengan jawaban singkat, lalu dia kembali lagi dengan ponsel canggihnya. Dia selalu melakukannya, saat berjalan, saat menyetir, saat bicara, bahkan saat makan (asal kau tau kawan dia selalu makan menggunakan sendok, meskipun makanan yang dia makan tidak selalu memungkinkan dimakan dengan bantuan sendok), yah alasannya pastilah tidak mau mengotori tanggannya dan itu akan menghambat dia ber’pesan-pesan’ ria lewat ponsel canggihnya itu.

Aku geram sekali pada temanku ini, sesekali aku memintanya untuk menghentikan aktifitas dengan ponselnya, tapi dia berdalih, katanya ini dalam rangka melatih otak tengahnya atau istilah keren-nya ”multy tasking”, begitulah kira-kita...
Kalo aku tidak ingat betapa mahalnya harga ponsel itu, aku sudah mengambil ponsel canggih itu dan melemparkannya kejendela atau membantingnya hingga hancur berantakan, atau menceburkannya dalam gelas minumanku agar tanda pesan itu tidak lagi berbunyi dan temanku ini bisa mendengarkan ceritaku dengan saksama......
Tapi, memang bukan hak-ku untuk menghujatnya, karena mungkin dia sedang ber’pesan-pesan’ ria dengan kekasihnya atau teman-temannya yang lain. Tapi sungguh tidak mengenakkan berada disamping orang yang menganggapmu tidak ada.... (menyebalkan sekali...)

Sejujurnya aku tidak menyukai kebiasaan temanku ini, karena mungkin sedikit banyak pengaruh doktrin ayahku. Ayahku pernah bilang, jangan melakukan hal lain selagi makan (misalnya berbicara, telp atau sms), perhatikan lawan bicaramu saat berbicara karena itu berarti menghormatinya, lakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh hingga selesai, baru melakukan hal lainnya, begitulah pesan beliau.

Kadang teknologi yang canggih (di era multy tasking) ini sering merubah manusia menjadi orang yang individualis dan anti-sosial hingga menjadi dholim kepada orang lain, mungkin benar jika ada orang yang menyatakan bahwa ”Teknologi saat ini dapat Mendekatkan yang Jauh dan Menjauhkan yang Dekat”

KITA, Menikmati Cinta di Dalam Gelas Dibawah Padang Bulan (Part II)


Aku punya kesan khusus pada cerita dalam dwilogi Padang Bulan, membacanya aku seolah bercermin pada ceritaku sendiri, aku seolah menemukan kata-kata yang dapat mewakili perasaanku. Semacam aku bisa merasakan bagaimana gilanya jatuh cinta itu, bagaimana menyakitkannya cemburu itu, dan bagimana sedihnya perpisahan itu. Aku seolah menjadi Ikal, Aling, Maryamah bahkan Detektif M. Nur sekaligus, sungguh sangat mengesankan. Bagaikan menikmati cinta di dalam gelas di bawah padang bulan pada bulan Juni.....

Dan inilah kita.....

Hal paling sinting yang mungkin dilakukan umat manusia di muka bumi ini sebagian besar berasal-muasal dari cinta (Padang Bulan, h. 77). Aku sangat setuju dengan ungkapan ini, mengapa demikian, karena aku –kita- juga pernah merasakannya. Bagaimana gilanya kita saat jatuh cinta, bagaimana relanya kita begadang demi cinta, bagaimana dirimu menempuh perjalanan jauh –yang mungkin mustahil- hanya karena rindu padaku, bagaimana bodohnya aku mengejar kereta –yang tak mungkin berhenti- hanya karena ingin melihatmu, yah cinta memang membuat orang setengah sinting, tapi itulah cinta, selalu seru.....

Adakalanya menyerahkan diri pada godaan dan memelihara rahasia menjadi bagian dari indahnya menjalani hidup ini (Padang Bulan, h. 29). Cinta adalah godaan yang indah yang Tuhan telah ciptakan sejak Tuhan menciptakan Hawa. Setiap orang pasti juga punya rahasia yang ia simpan dalam peti hatinya -bahkan telah dia buang kunci peti itu- dan hanya Tuhan yang boleh tahu. Hidup ini pun penuh dengan rahasia, itulah sebabnya mengapa hidup ini terasa sangat istimewa..... Demikian juga pecinta pasti punya rahasia, dan rahasia kita biarlah tetap menjadi rahasia yang tidak akan pernah menjadi cerita, kelak jika bertemu kembali, kita akan saling melempar senyum dan memastikan bahwa rahasia akan tetap menjadi rahasia sampai kapanpun.

Karena teristimewa untuk cinta, waktu menjelma menjadi jerat. Semakin cinta melakat, semakin kuat cinta menjerat. Jika cinta yang lama itu menukik, jerat itu mencekik. (Padang Bulan, h.84). waktu adalah hal yang tidak mungkin kembali atau diputar ulang, tidak bisa dipercepat maupun diperlambat, waktu memiliki ritmenya sendiri. Jika kau terlalu menghamba pada cinta, waktumu hanya akan terbuang demi cinta, dan kau akan tercekik karena cinta itu... too much love will kill you -kira-kira begitu kata Queen-

Cemburu adalah perasaan paling aneh yang pernah diberikan Tuhan kepada Manusia (Padang Bulan, h127). Dan inilah bagian yang tidak mengenakkan dalam menjalani cinta, cemburu. Cemburu bisa terasa sangat manis tapi lebih sering menyakitkan, aku pernah didera rasa mual dan pusing berkepanjangan disertai mimpi buruk saat cemburu, sungguh aku bersepakat dengan Ikal dalam hal ini. Tapi kau tau kawan, inilah menariknya cinta, kita dapat merasakan semua rasa, rasa teraneh sekalipun.... (aku sangat menikmatinya...)

Love walks on two feet just like a human being
It stands up on tiptoes of insanity and misery (Padang Bulan, h. 223)
Hal-hal yang berbau cinta atau apapun yang berhubungan dengan cinta pastilah melibatkan dua perasaan ini, kegilaan dan juga penderitaan, insanity dan misery. Saat menikmati indahnya cinta bersiaplah jika suatu saat kau akan menderita karenya. Tapi tak mengapa karena waktu akan dapat menghapus setiap luka -Time Heals Every Wound- (Padang Bulan, h. 119)

Setiap pertemuan pasti ada alasannya, setiap kita bertemu seseorang pasti Tuhan mempunyai alasan mengapa kita dipertemukan. Demikianpun kita, bertemu, bersama, lalu berpisah, pasti Tuhan punya alasan bagus untuk itu.
Aku pernah berniat mengirimimu sebuah pesan singkat lewat ponselku –pada suatu hari nan jauh sebelum Novel Padang Bulan terbit-, bunyinya begini: “mencoba untuk ikhlas-seikhlasnya, karena tidak ada satu lembar daunpun jatuh tanpa sepengetahuan Tuhan”, aku tidak tahu mengapa aku urung mengirimkannya kepadamu, entahlah…. Tapi pesan itu hingga saat ini masih ada di kotak ‘pesan tersimpan’ dalam ponselku....

Jangan tanya bagaimana ending cerita kita, karena bagaimanapun itu pastilah tetap indah, sekalipun cinta tak lagi menyapa yakinlah bahwa semuanya tetap indah, dan biarlah seperti itu....
Tuhan telah menciptakan manusia dengan hati dan pikiran yang boleh punya jalan masing-masing, penghormatan seharusnya tidak membutuhkan pengertian (Padang Bulan, h. 237). Dan memang kita telah terpisah –bahkan mungkin jauh- sebelum kita berpisah karena alasan yang mungkin hanya Tuhan yang tahu.

Aku teringat pada puisi seorang teman lama, pada bait terakhir 1000 sajaknya dia menuliskan:
Jika suatu saat ada seorang datang bertanya kepadamu, maka katakanlah: segala yang berserah jiwa pada selain dusta adalah cinta......

KITA, Menikmati Cinta di Dalam Gelas Dibawah Padang Bulan


Aku selalu menyukai Novel karangan Andrea Hirata, sudah ku baca tetralogi Laskar Pelangi hingga tamat, dan yang terbaru dwilogi Padang Bulan dan Cinta dalam Gelas, khusus dwilogi ini, aku punya khusus terhadap ceritanya –nanti akan aku ceritakan padamu alasannya-. Masih sama dengan novel-novel sebelumnya, bahasa penyampaian Andrea Hirata selalu unik dan menarik, penuh energi, siapapun yang membacanya pasti menikmatinya, atau mungkin bahkan sambil menangis tertawa....

Novel pertama dalam Dwilogi Padang Bulan (Padang Bulan) bercerita tentang bagaimana Ikal masih mengejar cinta Aling, karena dia sudah menyerahkan cintanya kepada Gadis Tionghoa itu, dia rela meninggalkan rumah, bersitegang dengan sang Ayah demi cinta Aling. Perjalanan mengitari separuh belahan bumi demi Aling, akhirnya harus berhadapan dengan kondisi dimana kadang memang cinta susah dimengerti dan bagaimana rasa cemburu itu sangat menyiksa, sehingga menjerumuskan manusia –seperti Ikal- kepada hal-hal bodoh. Namun memang apapun itu, cinta selalu indah untuk dibuat cerita.

Novel kedua (Cinta di Dalam Gelas), novel ini lebih banyak menggambarkan tentang kebudayaan orang Melayu, Andrea menggambarkannya dengan sempurna lewat seorang Paman dan warung kopinya. Bagi orang melayu kopi adalah sebuah cinta di dalam gelas, sehingga rasa kopi dalam gelas itu dapat menyesuaikan dengan kondisi hati –cinta- sang peminumnya.

Tak kalah menarik juga, dalam Novel kedua ini, terdapat cerita tentang keteguhan hati seorang Perempuan dalam menjalani takdirnya dan tidak pernah takut untuk menentang ketidakmungkinan dengan belajar, sampai akhirnya dia berhasil menaklukan hatinya sendiri dan menegakkan martabatnya di medan pertarungan catur tujuh belas agustusan. Dalam novel kedua ini juga banyak cinta, cinta seumur hidup syalimah kepada zamzami, cinta penuh pengorbanan Maryamah kepada keluarganya, cinta yang tak tersampaikan Maryamah kepada Ilham, cinta terpaksa Maryamah kepada Matarom, cinta tak masuk akal Ikal pada Yamuna atau Diterktif M Nur pada Jose Rizal, dan cinta-cinta Perempuan-perempuan perkasa lainnya, sungguh inspiratif.

Novel ini dapat dibaca siapa saja, tapi akan lebih berkesan jika pembacanya adalah orang yang pernah mengenal cinta, setidaknya pernah merasakan indahnya jatuh cinta, cemburu karena cinta, patah hati karena cinta atau perasaan apapun itulah yang disebabkan oleh hal yang namanya cinta. Karena bahasa cinta hanya bisa dimengerti oleh orang yang punya cinta...

Cerita dalam novel ini sangat seru dari awal hingga akhir, melibatkan banyak tokoh unik dengan karakter yang kuat. Tak perlu dipikirkan ending ceritanya, yang jelas novel ini banyak menyiman pesan moral sekaligus dapat dijadikan pemicu semangat.

Sabtu, 14 Agustus 2010

Berhenti

Aku ingin berhenti sejenak...
Lelah sekali...
Rasanya seperti sesak nafas yang berkepanjangan...

Saat ini aku sedang ingin mengutuk langit dan bintang-gemintang..
Aku telah memohon kepadanya dengan sangat untuk berhenti mengirimiku tanda-tanda aneh...
Sungguh otak dan hatiku sudah tak mampu lagi membendungnya...
Aku benar-benar ingin berhenti...

Ijinkan aku berhenti...
Bantulah aku bernafas sejenak...
Ini untuk sementara saja...

Jika nafasku sudah kembali normal...
Bolehlah kau lakukan apa saja....
dan kita mulai permainan baru lagi...

Rabu, 04 Agustus 2010

Kereta

Seharusnya siang itu kau tak turun bersamaku
Seharusnya keretamu melaju sampai stasiun terakhir
Stasiun ini bukan tujuanmu dan bukan jalan pulangmu
Ah, tapi kereta akan tetap sama mempertemukan kita, menyatukan kita, lalu memisahkan kita di stasiun,
selalu begitu...