Minggu, 23 Januari 2011

Kecilku Dahulu




Ini adalah foto diriku waktu kecil, kira2 usiaku masih 9 tahun. Pertama kalinya diajari memakai kerudung oleh ibuku. Banyak yang bilang aku adalah anak yang hyper aktif, tak bisa diam, cerewet, bandel dan cengeng. Lihatlah foto ini, menurutku tampangnya tak lucu sama sekali, tampang anak bandel.

Kalo diingat-ingat, aku memang sangat menyusahkan waktu kecil, sampai-sampai ayah-ibuku lelah memarahiku karena tak pernah aku dengarkan apalagi aku turuti. Aku pernah menangis seharian karena mainanku yang terbuat dari tanah liat patah, aku juga pernah mogok makan karena ibuku mencopot gambar Silormoon yang aku pajang di kamar.

Aku paling tidak suka jika disuruh tidur siang sepulang sekolah. Aku sering kabur lewat jendela atau pintu belakang saat ibuku tidur disiang hari, aku lebih memilih main kelereng atau main banteng-bantengan dengan anak-anak tetangga sebelah.

Disekolah aku juga terkenal galak, meski badanku mungil, aku pernah berkelahi dengan teman laki-lakiku hingga membuatnya menangis. Meski begitu aku bukanlah anak yang tomboy, aku tetaplah anak manis yang suka memakai rok berenda dan berbandana lucu. Seperti kebanyakan anak perempuan lainnya aku suka bermain rumah-rumahan dari gambar-gambar bongkar pasang, suka juga bermain masak-masakan dan sering mengotori bajuku dengan getah pohon pisang.

Hal paling konyol yang pernah aku lakukan adalah kabur dari rumah karena dicuekin ayahku, merasa jadi anak pungut karena tak pernah dibelikan boneka seperti anak tetangga yang lain. Mungkin ini negative effect dari terlalu suka dongeng Cinderella :)

Tiap orang tua memiliki cara sendiri untuk menghadapai kebandelan anaknya. Ayahku adalah orang yang disiplin, tapi dia juga orang yang sangat tenang dalam menghadapi kenakalanku. Jika aku menagis ayahku tidak akan merayuku untuk diam, ayahku sangat tahu tabiatku yang keras kepala, menyuruhku diam sama saja meminyaki api, tangisku akan semakin menjadi. Dia akan membiarkanku menangis sampai kelelahan, lalu lapar dan mengantuk, setelah itu barulah dia mengajakku bicara.

Lain ayah, lain pula ibuku. Dia sangat reaksioner dengan kenakalanku, pernah suatu hari ibuku memergogiku kabur lewat pintu belakang saat disuruh tidur siang, dia memerahiku habis-habisan dan menyuruhku masuk kamar pergi tidur, tapi aku melawan dan berhasil kabur.

Suatu ketika aku pernah berdebat dengan ibuku tentang kenakalanku, mengapa kau ini nakal sekali nak? Tidak takutkah kau dengan hukum karma? Jika kau punya anak nanti pasti dia juga akan nakal sepertimu. Aku yang masih belum genap sepuluh tahun itu tidak tahu apa yang namanya hukum karma dan mengapa hukum semacam itu ada, tapi aku tak kehilangan akal, dengan polosnya aku menjawab: jika hukum karma dapat disangkut pautkan dengan kenakalanku, berarti kenakalanku ini bukan sepenuhnya salahku ibu, pastilah dulu ibu juga bandel hingga sifat bandel itu menurun padaku.
Sejak saat itu ibuku sudah tidak mau lagi berdebat denganku.

Waktu itu umurku masih 9, setelah bertahun-tahun berlalu, kata ibuku masih ada sifat kanak-kanakku yang tertinggal, aku masih bandel. Aku masih ingat cerita tentang hukum karma itu, dan suatu saat nanti jika aku hamil aku berniat melakukan semacam ritual tirakatan agar anakku kelak tak bandel sepertiku. hehehehe…. Semoga.

Masa kecil memang sangat menyenangkan. itulah anak-anak, tak perduli dunia dalam keadaan genting, anak-anak –seharusnya- selalu bahagia. Aku teringat film ‘Life Is Beatifull’, bagaimana susahnya seorang ayah mengkondisikan anaknya untuk tetap berpikir bahagia sekalipun pada nyatanya mereka sedang menunggu maut di camp konsetrasi Nazi.

Mungkin itu juga yang dilakukan ayahku dulu mengkondisikan diriku untuk tetap menjadi anak yang bahagia, memiliki masa kecil yang sempurna sekalipun kami hidup dalam keterbatasan.

Andai aku punya lorong waktunya Doraemon, aku ingin kembali kemasa itu, melihat bagaimana bandelnya diriku, menikmati kenakalan masa kanak-kanak, dan berpikir tanpa beban. Sepertinya aku harus banyak belajar dari masa kecilku, memaknai hidup yang begitu indah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar